PeuneugahAceh.Net|Aceh Utara,- Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 menjadi momentum refleksi atas masih tingginya kasus kekerasan terhadap anak di Aceh.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Komisi III, Salmawati, S.E., M.M., menegaskan bahwa perlindungan anak bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab kolektif seluruh elemen masyarakat.
Dalam pernyataannya, Salmawati menyebutkan bahwa Aceh masih menghadapi tantangan serius terkait kekerasan terhadap anak, termasuk perundungan (bullying) di lingkungan sekolah, kekerasan domestik, serta eksploitasi dalam berbagai bentuk.
Kita menyebut anak sebagai generasi penerus, tetapi realitanya masih banyak dari mereka yang hidup dalam ancaman kekerasan fisik, psikis, bahkan seksual. Ini ironi yang harus segera diatasi,” ujar Salmawati di sela kegiatan peringatan HAN 2025 di Banda Aceh, Rabu (23/7).
Menurut data yang dirilis Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh, tercatat ratusan kasus kekerasan terhadap anak sepanjang tahun 2024.
Angka ini dinilai sebagai puncak gunung es dari fenomena yang lebih kompleks, mengingat masih banyak kasus yang tidak terlaporkan akibat rasa takut, stigma, dan kurangnya mekanisme perlindungan yang efektif.
Salmawati menekankan perlunya penguatan peran keluarga, sekolah, dan lembaga sosial dalam membentuk lingkungan yang aman bagi tumbuh kembang anak.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya edukasi kepada orang tua dan guru untuk mendeteksi dini tanda-tanda kekerasan atau tekanan psikologis yang dialami anak-anak.
Anak-anak bukan sekadar objek pembangunan, mereka adalah subjek yang memiliki hak untuk didengar, dilindungi, dan diberi ruang untuk berkembang. Kita perlu pendekatan komprehensif, tidak cukup hanya dengan seremoni tahunan,” katanya.
Sebagai anggota Komisi III DPR Aceh Salmawati menyatakan pihaknya tengah mendorong revisi kebijakan di tingkat daerah untuk memperkuat perlindungan anak, termasuk pengawasan terhadap lembaga pendidikan dan panti asuhan.
Ia juga menyoroti maraknya bullying berbasis digital di kalangan remaja, yang menurutnya belum mendapatkan perhatian serius dari otoritas pendidikan.
Ia meminta Dinas Pendidikan Aceh dan lembaga terkait untuk segera menyusun modul edukatif anti-bullying yang terintegrasi dalam kurikulum sekolah.
Kita menghadapi era di mana kekerasan tak lagi terjadi hanya secara fisik, tapi juga melalui media sosial. Ini harus kita respon dengan regulasi dan edukasi yang adaptif,” tegasnya.
Bunda Salmawati mengajak seluruh masyarakat Aceh untuk menjadikan Hari Anak Nasional sebagai titik tolak kesadaran kolektif membangun ruang yang ramah dan aman bagi anak-anak.
Ia berharap langkah-langkah konkret segera diambil, bukan hanya pernyataan seremonial yang hilang setelah peringatan berlalu.
Komentar